Teori Pasar Bebas
Adam
Smith dikenal sebagi pencetus pertama mengenai free-market capitalist,
kebijksanaan laissez-faire sekaligus merupakan Bapak ekonomi modern. An Inquiry
into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, atau yang biasa disingkat
“The Wealth of Nation” adalah buku terkenal oleh Adam Smith yang berisi tentang
ide-ide ekonomi yang sekarang dikenal sebagai ekonomi klasik. Inspirasi dari
buku ini tidak lain berasal dari gurunya sewaktu menuntut ilmu di Universitas
Glasgow yakni Francis Hutcheson dan teman kuliahnya David Hume (Becker, 2007).
Tulisan Smith juga terdiri dari penjelasan menyeluruh megenai berbagai tulisan
merkantilis dan fisokrat yang disentiskannya dengan baik menjadi satu bahan
kajian ekonomi. Perbedaan pendapat antaara Smith dan kamu merkantilis salah
satunya mengenai faktor yang menentukan kemakmuran, dimana kaum merkantilis
percaya bahwa alamlah yang menentukan tingkat kemakmuran. Sedangkan menurut
Smith, penentuan tingkat kemakmuran adalah kemampuan manusia sendiri sebagai
faktor produksi. Pembahasan Smith lebih banyak bersifat mikro dengan penekanan
pada penentuan harga yang dilakukan dengan pendekakatan deduktif beserta dengan
penjelasan historisnya. Smith berpandangan optimis tentang masa depan dunia.
Fokus utamanya adalah peningkatan individu melalui kesederhanaan dan prilaku
yang baik, menabung dan berinvestasi, perdagangan dan divisi kerja, pendidikan
dan pembentukan kapital, serta pembuatan teknologi baru. Beliau lebih tertarik
untuk meningkatkan kemakmuran ketimbang membagi-bagi kemakmuran (Becker, 2007).
Seperti
yang telah kita ketahui, pemikiran Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yg
filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik
pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Sistem ini
merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi yang juga merujuk kepada pemikiran bapak
ekonomi Kapitalis Adam Smith. Ruh pemikiran ekonomi Adam Smith adalah
perekonomian yang berjalan tanpa campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam
Smith ini disebut Laissez Faire yang berasal dari bahasa Perancis yang
digunakan pertama kali oleh para psiokrat di abad ke 18 sebagai bentuk
perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire
menjadi sinonim untuk ekonomi pasar bebasyang ketat selama awal dan
pertengahan abad ke-19 (Skousen, 2005). Secara umum,istilah ini dimengerti
sebagai sebuah doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanyacampur tangan
pemerintah dalam perekonomian. “ In economics, Laissez-faire means allowing
industry to be free of government restriction, especially restrictions in the
formof tariffs and government monopolies.” Adam Smith memandang produksi dan
perdagangan sebagai kunci untuk membuka kemakmuran. Agar produksi dan
perdagangan maksimal dan menghasilkan kekayaan universal, Smith menganjurkan
pemerintah memberikan kebebasan ekonomi kepada rakyat dalam bingkai perdagangan
bebas baik dalam ruang lingkup domestik maupun internasional (Skousen, 2005).
Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith juga mendukung prinsip “kebebasan
alamiah”, yakni setiap manusia memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang
diinginkannya tanpa campur tangan pemerintah. Ini mengandung pengertian negara
tidak boleh campur tangan dalam perpindahan dan perputaran aliran modal, uang,
barang, dan tenaga kerja. Lebih lanjut, Smith juga sependapat bahwa pada
dasarnya tindak laku manusia berasal pada kepentingan sendiri (self-interest)
bukan belas kasian ataupun perikemanusiaan (Deliarnov, 2010). Meskipun
terdengar kurang baik, hal ini bukan berarti kita tidak dapat berhubungan
dengan sesama manusia, kita tetap bisa menjalankan bisnis dengan manusia.
Namun, perlu dingat bahwa manusia melakukan segala sesuatunya berdasar pada
“self-interest” manusia itu sendiri. Dalam pembagian kerja, Smith menyimpulkan
bahwa produktivitas tenaga kerja akan lebih maksimal apabila dilakukan
pembagian kerja (division of labor) . Yang artinya pembagian melalui spesialisasi
perorangan yang melakukan produksi akan menghasilkan output yang lebih baik dan
lebih efisien. Smith juga menjelaskan dengan menggunakan teknologi-teknologi
baru dalam sistem produksi akan meningkatkan hasil produksi pula. Maka dari
itu, Smith percaya pada kekuatan investasi dalam pembelian atau penggunaan
teknologi.
Berbicara
mengenai arti nilai dalam ekonomi, Smith mengidentifikasikan barang memiliki
dua nilai yakni nilai guna (value in use) dan nilai tukar (value in exchange).
Nilai tukar barang akan ditentukan oleh jumlah tenaga (labor) yang diperlukan
salam menghasilkan barang tersebut, sedangkan nilai guna adalah nilai kegunaan
atau fungsi barang itu sendiri (Deliarnov, 2010). Contoh nilai tukar barang
dapat dilihat dari tingkat keterampilan ataupun lama waktu yang digunakan dalam
proses pembuatan barang yang nantinya dipakan dalam menentukan harga. Menurut
Smith, hubungan antara nilai tukar dan nilai guna bersifat relatif. Hal ini
terlihat dari perumpamaan air dan intan yang ia jelaskan sebagai contoh kasus
dimana air yang notabene memiliki nilai guna lebih tinggi, tidak memiliki harga
yang lebih tinggi pula dibandingkan intan yang sebenarnya tidak memiliki nilai
guna. Teori nilai Smith sebenarnya merupakan salah satu kelemahan dari teori
klasik yang tidak mengedepankan nilai utilitas, namun persoalan paradoks ini
selanjutnya mampu dipecahkan oleh murid Smith yakni Alfred Marshall (Deliarnov,
2010).
Perbedaan
utama mengenai teori ekonomi klasik dan neoklasik dapat dilihat dari konsep
utility. Dalam ekonomi klasik, utility tidak menjadi kajian dalam pelbagai
teori yang dibawa olehnya baik dari segi nilai, labor ataupun pertumbuhan.
Dalam teori klasik, nilai kesetimbangan lah yang menjadi patokan harga
dibandingkan nilai-nilai penawaran dan permintaan (supply and demand).
Sedangkan dalam neoklasik, nilai keperluan menjadi prioritas utama disamping
nilai kesetimbangan yang juga digunakan dalam mengontrol supply and demand
(Button, 2014). Dari segi nilai (value), ekonomi klasik dan neoklasik memiliki
definisi yang sangat berbeda. Dalam teori klasik, nilai suatu barang sama
dengan harga yang digunakan dalam produksi. Sedangkan dala neoklasik, nilai
suatu barang bertumpu pada fungsi supply and demand. Maka dari itu, dalam
ekonomi klasik, value bersifat inherent (tidak terpisahkan) dan dalam neoklasik
value bersifat perceived property (dirasakan). Dengan kata lain, dalam
neoklasik nilai merupakan harga sedangkan dalam neoklasik nilai berarti
keperluan. Hal ini selanjutnya menjadi permasalahan baru bagi ekonomi klasik
dalam mendifinisikan profi dalam kegiatan ekonomi. Apabila nilai sama dengan
harga, maka darimanakah profit atau keuntungan tersebut dapat diperoleh ? hal
ini dikritik oleh para kaum neoklasik yang mendifinisikan profit sebagai
kelebihan dari pendapatan diatas biaya atau ongkos. Jadi, jika penawaran dan
permintaan untuk hasil barang dengan harga lebih tinggi dari tenaga kerja dan
modal yang masuk ke dalam biaya produksi, maka barang dan komponennya hanya
memiliki harga keseimbangan juga berbeda (Button, 2014). Selanjutnya, dari segi
rasionalitas neoklasiklah yang cenderung menekankan nilai-nilai ini. Dalam
neoklasik, individu memiliki pilihan rasional yang menjadi acuan dalam perilaku
jual beli, dimana individu cenderung untuk memaksimalkan keperluan mereka dan
perusahaan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan. Sedangkan dalam teori
klasik, tidak ada perbedaan antara perusahaan dan individu mengenai prinsip
rasionalitas. Yang ada hanya tingkat pendapatan keuntungan yang sama antara
perusahaan dan pekerja (salah satu keuntungan ekonomi yang dikarenakan
invisible hand dalam pasar bebas). Terakhir adalah mengenai konsep
keseimbangan. Bagi ekonomi klasik, keseimbangan (equilibrium) dapat dicapai
apabila tabungan sama dengan investasi, sedangkan bagi neoklasik keseimbangan
terjadi dalam titik pertemuan antara kurva penawaran dan permintaan. Hal ini
merupakan perbedaan yang paling fundemantal antar ekonomi klasik dan neoklasik,
karena keduanya menggunakan komponen unsuryang berbeda (Button, 2014).
Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Adam Smith sebagai Bapak ekonomi
modern dengan teori klasiknya memiliki pandangan-pandangan baru yang pada
masanya merupakan tahap awal revolusi industri. Pembahasannya terentang dari
teori ongkos produksi, upah, laba, sewa, serta teori pembangunan yang turut
memperhitungkan nilai pembagian kerja dan akumulasi modal. Landasan pandangan
ekonomi kalsik adalah kepentingan pribadi (self-interest) dengan kemerdekan
alamiah, sehingga setiap orang dengan tepat mengetahui apa yang perlu dan
menguntungkan bagi dirinya. Bila dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran paham
sebelumnya, teori Smith cenderung lebih terpadu, konsisten, mendalam, dan
bersifat lebih umum dengan banyak membicarakan mengenai kekayaan. Beliau juga
menantang pandangan kaum Merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan itu terdiri
dari uang dan logam-logam mulia. Menurut Smith, perdagangan internasional bukan
semata-mata untuk mendapatkan logam-logam mulia tetapi untuk pertukaran
komoditi yang diperlukan, memperluas pasar dan hal ini yang akan meningkatkan
pembagian kerja. Mengenai perbedaanya dengan neoklasik, penulis berpendapat
bahwa teori klasikyang diusung oleh Smith memiliki banyak kekurangan yang belum
bisa dijelaskan dari sisi rasionalitas seperti halnya yang telah disempurnakan
oleh neoklasik. Definisi mengenai keperluan, penawaran dan permintaan
seharusnya juga diperhitungkan oleh teori kalsikdalam mencapai keuntungan yang
diinginkan seperti halnya masalah paradoks mengenai air dan intan yang belum
bisa dijelaskan dengan baik oleh teori klasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar